Halaman

Kamis, 29 Maret 2012

Seputar Air Zamzam

1. Air Zamzam
Air Zamzam adalah air yang keluar dari mata air zamzam yang terletak disamping ka’bah (sekitar 38 zira`/hasta dari ka’bah). Sejarah Mata air itu muncul pertama kali ketika istri nabi Ibrahim dan bayinya Ismail sedang kelaparan dan kehausan di tengah padang pasir luas yang tidak ada tumbuhan dan kehidupan. Rasulullah SAW bersabda, ”Seandainya ibu kalian (Hajar) tidak membendungnya, pastilah kota Mekkah itu banjir dengan airnya.” Sejak munculnya mata air itu, mulailah tempat itu menjadi ramai disinggahi para pelindas gurun pasir dan akhirnya menjadi kota Mekkah. Ternyata di tempat itu pula dahulu para malaikat pernah membangun Ka’bah sebagai rumah pertama di muka bumi tempat untuk beribadah kepada Allah SWT. Para malaikat itu membangun jauh sebelum nabi Adam diturunkan kemuka bumi ini.
Oleh sebagaian sejarawan, sekian ribu tahun kemudian ka’bah hilang akibat ditelan banjir di zaman nabi Nuh as. Barulah di zaman nabi Ibarahim, Allah SWT memerintahkannya membangun kembali Ka’bah di atas pondasinya dahulu. Dan sejak itu jadilah tempat itu sebagai tempat yang paling sering dikunjungi manusia selama berabad-abad. Dan mula pertama penghidupan kembali tempat ini adalah dengan munculnya mata air zamzam. Nama lain Mata air Zamzam. Mata air zamzam ini punya banyak nama lain, diantaranya adalah: Thayyibah, Barrah, Madhnunah, Barokah, Hafiratu Abdil Muttalib dan Siqiyallahu Ismail. Sedangkan di masa jahiliyah dinamakan dengan Syubaa’ah.
Hukum Meminum Air Zamzam
Para ulama di kalangan jumhur sepakat bahwa disunnahkan bagi para haji dan mu’tamar untuk meminum air zamzam. Karena hal itulah yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW ketika berhaji. Bahkan dusunnahkan untuk banyak-banyak meminumnya. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW: “Sesungguhnya (air zamzam) itu diberkahi. Karena air itu makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim) Sedangkan Asy-Syafi'iyah menyunnahkan meminum air zamzam dalam setiap kesempatan, bukan hanya bagi orang yang haji atau umrah saja.
Adapun yang berkaitan dengan keterangan bahwa air zamzam itu bisa menyembuhkan penyakit, ada hadits yang tidak mencapai shahih yang menerangkannya. Misalnya hadits berikut: “Sesungguhnya (air zamzam) itu diberkahi. Karena air itu makanan yang mengenyangkan dan penyembuh dari penyakit.” (HR. Abu Daud At-Thayalisi) Dari Ibni Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sebaik-baik air di atas bumi ini adalah air zamzam. Karena air zamzam itu adalah makanan yang mengenyangkan dan penyembuh dari penyakit.” (HR. At-Thabarani).
Namun ada juga kalangan tertentu dari ulama yang memiliki persepsi berbeda tentang air zamzam yang berkhasiat menyembuhkan penyakit. Hal itu lantaran bahwa semua hadits tentang air zamzam bisa menyembuhkan penyakit bukanlah hadits yang kuat sanadnya. Karena hadits-hadits yang menyebutkan bahwa air zamzam itu penyembuh penyakit tidak terdapat dalam hadits shahih Bukhari atau shahih Muslim. Bahkan kutubssittah pun (6 kitab hadits yang mu’tamad) sama sekali tidak menyebutkan lafaz itu. Sehingga dari sisi tsubut, hadits-hadits itu dianggap tidak qath’iyyust-tsubut. Seperti yang ditulis oleh Al-Qaradawi di dalam Fatawa Mu’ashirah jilid 2 hal. 459. Yang jelas-jelas shahihnya justru tidak terkait dengan urusan menyembuhkan penyakit, tetapi masalah dibelahnya dada Rasulullah SAW dan dicuci hatinya dengan air zamzam sebelum dimi’rajkan ke langit. Hadits ini ada dalam shahih Bukhari.
Namun perlu kita mafhumi bahwa setiap mujtahid berhak untuk berijtihad dan bila ijtihadnya benar dia akan mendapat dua pahala dan bila salah dia hanya mendapat satu pahala saja. Dan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama bukanlah hal yang tabu atau haram. Karena perbedaan itu justru menjadi rahmat serta memberi khazanah yang besar dalam perbendaharaan ulumul Islam.
Hukum Menjual Air Zamzam
Sedangkan hukum menjual air zamzam hukumnya boleh, bukan semata-mata menjual airnya, tapi sebagai ganti ongkos pengangkutannya atau pengemasannya. Bahkan kalangan Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa disukai bila seseorang mendapatkan pemasukan dari mengantarkan atau membawa air zamzam ke tempat yang jauh untuk dimanfaatkan oleh orang-orang, baik untuk keberkahan atau untuk menyembuhan.
2. Imam di Masjidil Haram
Di dalam shalat jamaah memang ada ketentuan bahwa posisi imam harus di depan dan makmum harus di belakang, atau minimal sejajar dengan posisi makmum sedikit di belakang imam. Dan untuk itu sering digunakan garis shaf sebagai tanda, bila dia melanggar garis itu, maka maknanya dia shalat bukan di posisi yang benar. Peranan garis itu sebenarnya adalah tanda yang menolong masalah posisi imam dan makmum. Bahkan bukan sekedar itu, tapi juga menjadi batas boleh tidaknya seseorang melintas di depan orang shalat. Bila Anda sering melihat seseorang shalat menghadap tembok atau tiang, maka batas bolehnya melintas adalah tiang atau tembok itu. Bila dia menggunakan benda seperti tas, tongkat atau lainnya, maka batas boleh melintasnya adalah benda itu.
Namun ketika garis atau tanda ini diterapkan di masjidil haram, maka tidak lagi menjadi garis lurus tapi garis melingkar. Yang menjadi patokan adalah garisnya dan bukan berapa perbandingan antara jarak imam dengan ka’bah atau makmum dengan ka’bah. Yang menentukan adalah bahwa imam posisinya di depan garis dan makmum di belakang garis. Bahwa ka’bah tidak menjadi titik tengah lingkaran garis itu tidak menjadi masalah. Sehingga pemandangan yang Anda lihat bahwa posisi makmum sepertinya ada di depan imam memang sangat boleh jadi. Padahal, bila kita merunut kepada garisnya, maka meski jarak antara imam dengan ka’bah itu lebih jauh dari pada makmum, namun posisi imam tetap berada di depan garis sedangkan makmum tetap di belakang garis. Sehingga shalat jamaah itu tetap syah.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
 
http://www.syariahonline.com/v2/masalah-umum/2364-sejarah-air-zam-zam-dan-imam-masjidil-haram.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar